Rabu, 13 April 2016

Empal Gentong Sesat






Sekitar 1 bulan yang lalu, saya ada perjalanan dinas ke kota Cirebon. Sepanjang perjalanan menuju hotel, saya melihat depot dan warung yang menjual empal gentong. Konon memang empal gentong ini adalah masakan khas dan unggulan dari kota Cirebon, jadi tidak heran kalau di setiap sudut kotanya kita akan sering melihat depot atau warung yang menjual empal gentong.


Saya jadi teringat pengalaman beberapa bulan yang lalu ketika Idul Adha. Waktu itu alhamdulillah dapat jatah daging yang cukup banyak. Bosan dengan masakan yang itu-itu saja, akhirnya saya putuskan untuk dibuat empal gentong saja. Waktu itu saya memang sedang penasaran seperti apa rasanya empal gentong gara-gara lihat acara jalan-jalan di tv. Karena belum ada kesempatan untuk pergi ke Cirebon, ya sudah, tidak ada salahnya untuk bikin sendiri. Tapi yang jadi masalah, tidak ada seorang pun di rumah yang pernah bikin atau makan empal gentong. Akhirnya nekat aja. Berbekal internet dan smartphone, saya mendapatkan resep empal gentong yang cukup simple. Sebagian besar bahan yang sudah dibutuhkan sudah tersedia di kulkas, tinggal melengkapi beberapa bumbu saja, seperti pala dan kayu manis.

Setelah semua bahan dan bumbu yang dibutuhkan tersedia, kini tinggal mengolahnya saja. Karena ini masakan eksperiman, maka saya membutuhkan bantuan ibu saya untuk memasaknya. Meskipun sama-sama belum pernah merasakan empal gentong, paling tidak beliau lebih berpengalaman dalam dunia masak-memasak. Beberapa menit kami berkutat di dapur, menerka-nerka rasa dan penampilan empal gentong yang ideal, berdasarkan petunjuk resep dan gambar di internet.

Tiba pada tahap terakhir, yaitu mendidihkan di dalam kuali. Namun karena kami tidak punya kuali, kami menggunakan wajan yang besar. Di sini mulai timbul perbedaan pendapat antara saya dengan ibu. Kalau melihat dari gambar di internet, menurut saya harusnya empal gentong ini masakan berkuah semacam gulai. Tapi menurut ibu saya, ini adalah makanan yang harus didihkan hingga kuahnya menyusut dan mengental, semacam kare atau semur. Karena takut jadi anak durhaka, dan toh sama-sama tidak tahu empal gentong yang asli, saya nurut saja dengan ibu. 

Akhirnya jadilah empal gentong versi kami, dengan kuahnya yang kental dan tidak terlalu banyak. Dari segi rasa enak juga (ya iyalah, siapa yang masak hahaha...), dan kami sekeluarga pun menikmatinya. Sejak saat itu, yang terekam dalam benak saya adalah bahwa empal gentong itu makanan semacam kare atau semur. Namun ketika akhirnya saya pergi ke Cirebon, dan di sana disuguhkan empal gentong yang sebenarnya, akhirnya saya baru tahu bahwa waktu itu pendapat saya lah yang benar. Empal gentong ternyata memang berkuah cukup banyak, semacam gulai. Ketika pulang dan saya ceritakan ke ibu, beliau tertawa. Ternyata waktu itu kami memasak empal gentong sesat. Tapi kalau dari segi rasa, tidak jauh beda. Jadi ya tidak terlalu sesat juga sih.

Ps: mohon maaf untuk posting kali ini saya tidak bisa menampilkan resep yang saya pakai waktu itu, karena sudah agak lama dan tidak saya simpan. Saya juga belum pernah masak empal gentong lagi semenjak Idul Adha, padahal kami cukup berhasil, hanya agak tersesat sedikit hehehe...

6 komentar:

Unknown mengatakan...

Hahaha ceritanya lucu mas empal gentongnya jadi mirip semur:D

Unknown mengatakan...

Hahaha ceritanya lucu mas empal gentongnya jadi mirip semur:D

Unknown mengatakan...

Hahaha iya mbak olif, makanya saya bilang sesat. Ternyata aslinya kayak gulai gitu. Enak ya tapi. Jadi pengen makan lagi. Di sby blm ada yg jual. Mbak olif di brebes ya? Dkt sama cirebon dong

Unknown mengatakan...

Waahhhh bisa mau praktekin dirumah aahhh, , tapi biar lebih afdhol hrs tunggu idul adha jg nich hahahaaa

Unknown mengatakan...

Waahhhh bisa mau praktekin dirumah aahhh, , tapi biar lebih afdhol hrs tunggu idul adha jg nich hahahaaa

Unknown mengatakan...

Bisa banget mbak. Gak kelamaan tp nunggu idul adha? Keburu ngiler ntar hehehehe